BREAK NEWS

Dalih “Nombok” Dana Reses, Kilah DPR di Tengah Sorotan Publik soal Pemborosan Uang Negara.

Jakarta, CakrarawalaAsia - Pernyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad kembali menyulut perdebatan publik di tengah sorotan terhadap besarnya anggaran dana reses anggota dewan. Dasco mengklaim, tidak sedikit anggota DPR yang justru “nombok” alias merogoh kocek pribadi untuk menutup kekurangan biaya kegiatan selama masa reses.

“Kadang-kadang di lapangan itu anggota DPR malah nombok,” ujar Dasco, Senin (13/10/2025). “Misalnya, saat kunjungan ke dapil, konstituen minta jalan desa diperbaiki, atau butuh tenda buat warga yang meninggal, ya akhirnya anggota DPR keluar uang pribadi.”

Pernyataan itu muncul setelah publik menyoroti kenaikan dana reses yang kini mencapai ratusan juta rupiah per anggota. Dalih bahwa para wakil rakyat harus menanggung beban tambahan pribadi dianggap tidak sejalan dengan transparansi penggunaan anggaran yang bersumber dari uang rakyat.

Menurut Dasco, anggota DPR di daerah padat penduduk seperti Jakarta memang kerap menghadapi tuntutan konstituen yang lebih besar. Ia mencontohkan koleganya sesama kader Gerindra, Habiburrokhman, yang mewakili Dapil Jakarta Timur. Dalam satu kegiatan sosialisasi, permintaan warga di daerah sekitar sering kali beruntun.

“Kadang kalau di titik tertentu bikin acara, wilayah lain yang dekat nagih, ‘kok kami enggak dapat sembako?’ Akhirnya ya dia nambahin dari kantong sendiri,” tutur Dasco.

Kondisi ini, lanjutnya, membuat besaran pengeluaran reses berbeda-beda antara satu anggota dan lainnya. Bahkan, katanya, sulit membuat laporan rinci dalam sistem pelaporan DPR karena banyak pengeluaran yang terjadi secara spontan di lapangan.

Namun, alasan tersebut dinilai tidak cukup menjawab tuntutan publik akan akuntabilitas. Banyak pihak menilai bahwa praktik semacam itu justru menunjukkan lemahnya sistem pengawasan penggunaan dana reses yang berpotensi tumpang tindih dengan kegiatan pribadi atau politik elektoral.

Dalam praktiknya, kegiatan reses kerap disertai pembagian sembako, pemeriksaan kesehatan gratis, hingga kegiatan sosial lain yang sarat nuansa pencitraan. Menurut Dasco, hal-hal seperti itu tidak mungkin dimintai pertanggungjawaban formal kepada masyarakat. “Kita enggak mungkin minta tanda tangan warga penerima sembako, kan lucu,” ucapnya.

Selain untuk kegiatan sosial, Dasco juga menyebut sebagian dana digunakan membayar tim dapil yang membantu koordinasi kegiatan reses. “Tim dapil itu enggak dibiayai APBN, jadi harus dikasih uang saku juga,” tambahnya.

Di tengah sorotan publik soal moralitas dan empati wakil rakyat, pernyataan “nombok” anggota DPR justru dinilai banyak pihak sebagai bentuk ketidakpekaan. Di saat rakyat berjibaku dengan harga pangan dan ekonomi yang seret, anggota dewan justru membela diri dengan alasan pengeluaran pribadi yang tidak jelas basis akuntansinya.

Publik menilai, bila benar banyak anggota DPR harus menambal biaya kegiatan di dapil, seharusnya laporan reses bisa dibuka secara transparan kepada masyarakat untuk membuktikan integritasnya.

“Kalau memang niatnya melayani rakyat, bukan pencitraan politik, mestinya semua pengeluaran itu bisa diaudit, bukan hanya diucapkan,” Formappi.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar