BREAK NEWS

Tiga OPD di Tangsel Dilaporkan ke Kejari: Dugaan Manipulasi Data Honorer dan Kegiatan Fiktif Rugikan Keuangan Negara Puluhan Miliar.

Tangerang Selatan, CakeawalaAsia.id - Dugaan penyimpangan anggaran di tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Tangerang Selatan berbuntut laporan resmi ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangsel. Laporan itu diajukan oleh Penasehat Hukum dan Dewan Pembina Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) DPD Banten pada Selasa, 14 Oktober 2025, atas dugaan korupsi dana APBD tahun 2022–2023 yang mencapai puluhan miliar rupiah.

Ketiga OPD yang dilaporkan mencakup Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), serta Dinas Kesehatan (Dinkes). Dugaan korupsi yang dilaporkan meliputi penggelembungan jumlah tenaga non-ASN, pembayaran honorarium fiktif, serta pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan realisasi di lapangan.

Kuasa hukum pelapor, M. Aqil, S.H., menjelaskan bahwa laporan ini disusun berdasarkan hasil audit dan temuan lapangan yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian penggunaan anggaran dengan data resmi. “Kami menemukan indikasi kuat terjadinya manipulasi data tenaga non-ASN dan penggandaan kegiatan fiktif yang menimbulkan potensi kerugian besar bagi keuangan daerah,” ungkap Aqil kepada wartawan.

Di Dinas Lingkungan Hidup, lanjut Aqil, tahun anggaran 2023 mencatat sebanyak 1.215 tenaga non-ASN dengan alokasi Rp65,6 miliar. Namun, ditemukan selisih dan ketidakwajaran dalam perhitungan yang mengarah pada dugaan kebocoran sebesar Rp21,8 miliar. Selain itu, dana kompensasi dampak negatif sampah sebesar Rp20,4 miliar juga disinyalir diselewengkan hingga Rp16 miliar.

Temuan serupa juga muncul di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan data, jumlah tenaga honorer versi BKAD sebanyak 2.066 orang, sementara data dari Disdikbud mencapai 2.480 orang. Selisih 414 orang tersebut diduga menyebabkan pembengkakan honorarium hingga Rp10,1 miliar. Aqil menambahkan, proyek pemeliharaan gedung sekolah pada tahun 2022 juga tumpang tindih dengan kegiatan di Dinas Cipta Karya, dengan potensi kerugian mencapai Rp13,8 miliar.

Sementara itu, di Dinas Kesehatan ditemukan ketidaksesuaian jumlah tenaga non-ASN. Data BKPSDM mencatat 1.700 orang, namun laporan Dinkes menunjukkan 2.693 orang. Perbedaan hampir seribu orang ini diduga menjadi dasar terjadinya kelebihan pembayaran honorarium sekitar Rp27,7 miliar.

Aqil menyampaikan bahwa pihaknya telah berusaha meminta klarifikasi ke masing-masing OPD sebelum laporan disampaikan ke Kejari, namun sebagian besar menolak memberikan keterangan. “Kami sempat melakukan konfirmasi, tapi tanggapan yang diberikan justru tidak transparan. Karena itu kami memilih langkah hukum agar Kejari bisa mengusut secara terbuka,” jelasnya.

Redaksi

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar